Jumat, 20 Juli 2012

Sejarah Kota Semarang

Sejarah Semarang
Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-8 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga kini terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang bawah yang dikenal sekarang ini, dahulu merupakan laut. Pelabuhannya diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang, dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1405 M.
Pada akhir abad ke-15 M, ada seorang utusan Kerajaan Demak, yaitu Pangeran Made Pandan, untuk menyebarkan agama Islam di perbukitan Pragota. Dari waktu ke waktu, daerah itu semakin subur, dan dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan nama daerah itu menjadi Semarang.
Sebagai pendiri desa, Made Pandan kemudian juga menjadi kepala daerah setempat dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Kepemimpinan Semarang dilanjutkan oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II (kelak disebut sebagai Sunan Bayat). Di bawah pimpinan Pandan Arang II, Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, Semarang diputuskan menjadi setingkat dengan Kabupaten.
2 Mei 1547, bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Semarang disahkan oleh Sultan Hadiwijaya setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Tanggal 2 Mei kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Semarang.
Pada tahun 1678, Amangkurat II dari Mataram, berjanji kepada VOC untuk memberikan Semarang sebagai pembayaran hutangnya. Dia mengklaim daerah Priangan dan pajak dari pelabuhan pesisir sampai hutangnya lunas. Pada tahun 1705, Susuhunan Pakubuwono I menyerahkan Semarang kepada VOC sebagai bagian dari perjanjiannya karena telah dibantu untuk merebut Kartasura. Sejak saat itu, Semarang resmi menjadi kota milik VOC dan kemudian Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1906, dengan Stanblat Nomor 120 tahun 1906, dibentuklah Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh seorang Burgemeester (Wali Kota). Sistem Pemerintahan ini dipegang oleh orang-orang Belanda dan berakhir pada tahun 1942 dengan datangya pemerintahan pendudukan Jepang.
Pada masa Jepang, terbentuklah pemerintah daerah Semarang yang dikepalai militer (Shico) dari Jepang. Kepala pemerintahan didampingi oleh dua orang wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia. Tidak lama sesudah kemerdekaan, yaitu tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945, terjadilah peristiwa kepahlawanan pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan Jepang yang bersikeras tidak bersedia menyerahkan diri kepada tentara Indonesia. Perjuangan ini dikenal dengan nama Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Tahun 1946, lnggris atas nama pasukan sekutu menyerahkan Semarang kepada pihak Belanda. Ini terjadi pada tangga l6 Mei. Tanggal 3 Juni 1946, dengan tipu muslihatnya, pihak Belanda menangkap Mr. Imam Sudjahri, Wali Kota Semarang yang berkuasa sejak sebelum proklamasi kemerdekaan. Selama masa pendudukan Belanda, tidak ada pemerintah daerah Semarang. Namun para pejuang di bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di daerah pedalaman atau daerah pengungsian di luar kota sampai dengan bulan Desember 1948. Daerah pengungsian berpindah-pindah, mulai dari kota Purwodadi, Gubug, Kedungjati, Salatiga, dan akhirnya di Yogyakarta. Pimpinan pemerintahan berturut-turut dipegang oleh R. Patah, R. Prawotosudibyo, dan Mr. Ichsan. Pemerintahan pendudukan Belanda yang dikenal dengan Recomba berusaha membentuk kembali pemerintahan Gemeente seperti dimasa kolonial dahulu dibawah pimpinan R. Slamet Tirtosubroto. Hal itu tidak berhasil karena dalam masa pemulihan kedaulatan Indonesia, Belanda harus menyerahkan daerah yang didudukinya kepada Komandan KMKB Semarang. 1 April 1950, Mayor Suhardi, Komandan KMKB, menyerahkan kepemimpinan pemerintah daerah Semarang kepada Mr. Koesoedibyono, seorang pegawai tinggi Kementerian Dalam Negeri di Yogyakarta. Ia menyusun kembali aparat pemerintahan guna memperlancar jalannya pemerintahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar